Kades Air Limau: Bukan Menolak, Masyarakat Minta Kepastian Nilai Ganti Rugi Lahan

Muntok — Program TNI Manunggal Membangun Desa ( TMMD ) ke – 110 pembukaan akses jalan yang menghubungkan Desa Air Limau, Desa Air Belo dan Pelabuhan Tanjung Ular di Desa Air Putih kembali terhalang batu sandungan. Kali ini terkait nilai ganti rugi lahan warga setempat.

Kepala Desa Air Limau, Jupri mengatakan, masyarakat masih mempertanyakan surat perjanjian nilai ganti rugi lahan dan tanaman di Area Penggunaan Lain ( APL ) yang sudah disepakati sejak awal hingga kini belum juga rampung.

Menurut Jupri, bila belum ada konfirmasi ke masyarakat mengenai nominal ganti rugi tersebut, penggarapan lahan jangan dilaksanakan dulu.

” Misalnya lahan Si A ini 1.000 meter, tanam tumbuhya sekian batang, nah penandatanganan itu, dikumpulkan masyarakat kan, sudah itu sebelum ada konfirmasi berapa nominal harga tanam tumbuh dan tanah itu, jangan dilaksanakan penggarapan,” jelas Jupri via telepon, Senin ( 22/3 ).

Jupri menegaskan, masyarakat bukan menolak, tapi ingin tahu dulu berapa ganti rugi yang bakal mereka terima. Namun, di lapangan ternyata ada alat berat yang sedang menggarap lahan, sehingga masyarakat mengadu ke dia.

” Jadi terpaksa saya berhentikan dulu ( alat beratnya ) daripada masyarakatnya rusuh kan. Ya setidaknya ada penilaian dulu, tanda tangan masyarakat baru silahkan, misalnya Si A ini 10 juta,” paparnya.

Menurutnya, hingga kini pihak ATR/BPN Bangka Barat belum juga menyelesaikan penilaian ganti rugi lahan masyarakat. Hal itu sebut dia menjadi serba salah, dirinya mau tidak mau mengikuti apa yang telah disepakati dengan masyarakat.

” Mereka menginginkan dapat nilainya baru ( pekerjaan ) boleh lanjut. Misalnya sudah ada surat tanda tangan baru bisa digarap. Karena perjanjian kemarin itu perjanjian tanam tumbuh,” kata Jupri.

Sedangkan tanah desa, ia mempersilahkan untuk digarap, sebab ganti ruginya bukan berupa uang, tapi lahan. Jupri kembali menegaskan, pihaknya bukan menolak kegiatan TMMD, tetapi ingin kejelasan nilai ganti ruginya dulu sesuai kesepakatan awal.

” Jadi kita bukan menolak, kita bahkan juga ( berpartisipasi ), apa yang dapat kita laksanakan untuk menunjang TMMD ini,” tegasnya.

Sebab kata Jupri, bila masyarakat belum mengetahui nilai ganti ruginya sementara lahan sudah digarap, nantinya mereka mau tidak mau harus menerima berapa pun nominal yang diberikan. Sedangkan masyarakat tidak tahu harus mengadu kemana bila mereka merasa keberatan terkait hal tersebut.

” Kalau sudah digarap ini bayaran kamu, mau nggak mau. Kalau ada nilainya keluar itu kan misalnya tahu Si A berapa, kalau itu ada surat perjanjian kayak kemarin, berarti walaupun belum dibayar berarti masyarakat sudah deal. Intinya bukan menolak tapi kita menyampaikan aspirasi masyarakat,” tutupnya. ( SK )

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *