Muntok — Kabid Tenaga Kerja Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Bangka Barat (Babar), Hairullah mengatakan, jumlah Tenaga Kerja Asing ( TKA ) di Kabupaten Bangka Barat berjumlah 30 orang.
Hairullah menerangkan, menurut data TKA Laporan Bulanan Perusahaan Tahun 2019, TKA dari Malaysia sebanyak 2 orang bekerja di PT. GSBL Desa Belo Laut dan dari China sebanyak 12 orang bekerja di PT. Hoki Alam Semesta Jaya di Dusun 1 Desa Rambat.
Selain itu, ada juga warga negara Thailand sebanyak 2 orang bekerja di PT. Berdikari Investama di Dusun Air Junguk Desa Pelangas Kecamatan Simpang Teritip, 7 orang di PT. Citra Andalan Sejahtera ( KM Prima Jaya 1 ) Kecamatan Parittiga dan 7 orang di PT. Prima Dredge Team ( KM. Citra Andalan 1 ) Kecamatan Parittiga.
Menurutnya, untuk sementara, jumlah tersebut pada tahun 2020 ini belum bertambah. Para TKA itu dipekerjakan sebagai tenaga ahli.
” Mereka tenaga ahli, kita ini pada prinsipnya TKA itu tenaga ahli, nggak tahu lah disini sebagai apa, kalau dari Kementerian itu kan tenaga ahli,” ujar Hairullah kepada kabarbangka.com, Rabu ( 26/2/2020 ) dikantornya, Kompleks Perkantoran Terpadu Pemkab Bangka Barat di Desa Belo Laut, Muntok.
Dia menambahkan, sebanyak 12 TKA dari China bekerja di tambak udang di Desa Rambat, sedangkan warga negara Thailand sebanyak 16 orang bekerja di dunia pertambangan atau Kapal Isap Produksi ( KIP ).
Untuk izin menetap para TKA ini, dikatakannya, merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta Kementerian terkait.
” Perizinan notifikasinya di Pemprov, bukan di kita, cuma di kita ini kan ngecek saja, memantau. Dulunya disebut IMTA, izin menetap tapi diurus oleh Provinsi atau Kementerian, kalau habis diperpanjang lagi, ada per enam bulan ada yang setahun,” katanya.
Dia menegaskan, ada beberapa aturan yang harus dipatuhi para TKA, diantaranya, para pekerja asing tersebut tidak diperkenankan berkeliaran sendiri tanpa didampingi. Mereka dianjurkan untuk berada di lingkungan perusahaan tempat mereka bekerja.
” Kalau kapal isap kan dia harus standby di kapal itu lah, kecuali dia turun sekali – sekali beli bahan makanan, itu kan boleh sekali – sekali dan harus didampingi orang Indonesia yang ada di kapal. Rata – rata mereka tidak bisa bahasa Indonesia,” pungkas Hairullah. ( SK )