BANGKA BARAT — Putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah Pilkada Serentak 2024, memberi kesempatan partai politik non parlemen bisa ikut mengusung calon kepala daerah di Pilkada 2024.
Menurut pengamat politik sekaligus mantan Ketua KPU Bangka Barat Pardi, perubahan itu membuka kemungkinan jumlah pasangan calon kepala daerah di Pilkada Bangka Barat bertambah.
Pasalnya partai non parlemen yang tidak mendapatkan kursi pada pemilu legislatif Februari lalu bisa ikut berpartisipasi mengusung calon kepala daerah ( cakada).
Undang-Undang Pilkada sebelum diubah mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mencalonkan calon kepala daerah jika memiliki 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen jumlah suara.
“Tiba-tiba ketentuannya diubah oleh MK, yang pertama untuk kabupaten itu kan jika jumlah DPT-nya kurang dari 250.000, maka dia syarat jumlah surat suaranya minimal 10 persen dari perolehan jumlah suara di pemilu legislatif,” kata Pardi via telepon, Kamis ( 22/8/2024 ).
Selanjutnya kedua, jika jumlah DPT-nya antara 250.000 sampai 500.000, maka kata dia, syaratnya menjadi 8,5 persen dan ada kategori ketiga sampai dengan keempat. Kabupaten Bangka Barat sendiri menurutnya masuk ke kategori pertama, yakni 10 persen.
“Sebenarnya yang diuntungkan adalah partai-partai yang tadi yang menggugat ( ke MK ), inikan sebenarnya partai non parlemen Gelora dan Buruh. Kita harus tahu jejak historis timbulnya gugatan ini kan sebenarnya bukan partai parlemen, karena partai non parlemen yang menggugat,” kata Pardi
Menurut Pardi, dengan jumlah DPT Bangka Barat sebanyak 148.424 pada pemilu lalu, maka dengan modal perolehan minimal 10 persen dari jumlah total suara sah di pemilu legislatif, maka baik parpol parlemen maupun non parlemen bisa mengusung cakada sendiri.
Bahkan menurut dia kemungkinan jumlah paslon kandidat pilkada di Bangka Barat bisa saja menjadi 8 pasang, jika parpol yang ada bisa memenuhi syarat 10 persen perolehan suara legislatif.
“Bisa bertambah, kalau pakai rasionalisasi 10 persen setidak-tidaknya kita bisa 8 pasang, partai-partai yang ada itu bisa nyalon sendiri semua,” tukasnya.
“Maka dilihat nanti perolehan suara legislatif di Bangka Barat suara sahnya berapa? kalau nggak salah kemarin sekitar 120 ribu misal suara sahnya. Maka calon kepala daerah itu harus diusul oleh partai politik minimal 12 ribu suara, baik yang punya kursi maupun tidak. Jadi kalau ada partai tidak punya kursi gabung dengan partai parlemen yang punya kursi, juga bisa nyalon selama terpenuhi syarat yang 10 persen tadi,” katanya.
“Prinsipnya misalnya Gerindra walaupun 5 kursi tapi perolehan suara legislatifnya kan 13 ribu, dia bisa nyalon sendiri. NasDem misalnya dia 13.500-an suara legislatifnya kemarin dia bisa nyalon sendiri,” terang dia.
Apalagi Partai Golkar, menurut Pardi dengan modal 3 kursi dan perolehan suara hampir 16 ribu tentu saja sudah melampaui persyaratan untuk mengusung cakada sendiri.
“Jadi yang diukur itu bukan perolehan kursi lagi di putusan MK ini tapi perolehan suara,” imbuh Pardi.
Lebih jauh Pardi mengatakan parpol non parlemen di Bangka Barat pun kemungkinan dapat berkoalisi untuk mengusung pasangan cakada, bila perolehan suaranya bila digabung mencapai 10 persen.
“Saya tidak hafal hasil suara partai non parlemen misalnya kayak Gelora, PSI, Garuda, Ummat, PKN dan Buruh ini ada berapa jumlah surat suara secara total, apakah sampai angka di misalnya 10 ribu atau 12 ribu,” ujarnya.
Namun pada prinsipnya kata Pardi dengan putusan MK ini mereka tidak dibatasi untuk berpartisipasi mencalonkan cakada sendiri.
“Di putusan MK yang terbaru ini memberikan kesempatan untuk partai-partai non parlemen ini walaupun tidak punya kursi, selama jumlah perolehan suara mereka tadi sampai minimal 10 persen dari total suara sah legislatif,” tutup Pardi. ( SK )