Polemik Teluk Kelabat Dalam Tak Kunjung Reda, Ketua Nelayan Sebut Mendapat Intimidasi

Muntok — Polemik para penambang dengan masyarakat nelayan Desa Bakit dan sekitarnya di perairan Teluk Kelabat Dalam hingga kini belum juga selesai. Kini masalah tersebut kembali memanas hingga ke meja Ruang Rapat OR II Setda Bangka Barat dalam audiensi Pemda dengan dua kubu tersebut, Selasa ( 8/6 ) pagi.

Audiensi dihadiri Wakil Bupati Bangka Barat, Bong Ming Ming, Sekda Muhammad Soleh, Kapolres AKBP Fedriansah, Dandim 0431/BB, Letkol Inf. Agung Wahyu Perkasa, Kasi Intel Kejari, Mario Nicholas, Danpos AL Kapten Laut Yuli Prabowo, Camat Parittiga serta para penambang dan nelayan.

Ketua Forum Nelayan Kelabat Dalam, Mardiono menegaskan, masyarakat nelayan menolak aktivitas penambangan di Teluk Kelabat Dalam. Dia minta jangan lagi ada intimidasi kepada para nelayan untuk mengikuti kemauan para penambang.

” Ini saya lihat ada intimidasi, nelayan harus mengikuti kemauan mereka. Mereka mau bikin semacam penelitian yang lainnya harus ikut. Dilema ini mungkin berat bagi saya sebagai ketua forum, jadi saya berharap kepada Wakil Bupati, Pak Kapolres, tolong nasib kami,” tukas Mardiono.

Menurut dia, perairan Teluk Kelabat Dalam mempunyai potensi yang besar dan tempat tumbuh kembang bibit – bibit ikan unggulan. Bila dirusak dan sampai hancur akibat penambangan, dampaknya akan dirasakan masyarakat luas.

” Kalau Teluk Kelabat itu hancur habis sudah, orang diluar juga nggak makan ikan karena bibit itu besarnya di Teluk Kelabat. Kalau nggak percaya kita teliti. Makanya ikan di Teluk Kelabat itu gemuk – gemuk, potensinya luar biasa. Mungkin bapak tidak percaya kami dapat bawal itu harganya Rp. 200 ribu hampir sama dengan harga timah. 2 ekor kami dapat sudah 2 kilo, 400.000 dari jam 5 pulangnya jam 9 malam,” cetus Mardiono.

Dikatakannya, aktivitas penambangan itu sudah memicu konflik dengan para nelayan. Dia pun mengaku sudah mengetahui permainan di lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten Bangka Induk tersebut.

” Tapi saya mohon dengan konteksnya Bangka Barat , penegakan hukum di Bangka Barat harus keras, kalau tidak, tidak sama sekali! karena itu berbatas dengan Bangka Induk. Tinggal kita melobi Bupati Bangka Induk bagaimana maunya,” katanya.

Apalagi bila merujuk Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil ( RZWP3K ), bahwa Teluk Kelabat Dalam, kata dia sudah sangat jelas merupakan wilayah zero tambang. Bila penambangan dibiarkan, tidak menutup kemungkinan masyarakat yang akan bertindak sendiri.

” Tempo hari sudah pernah terjadi di Tanjung Senur Kampung Baru berantem dengan penambang. Patah hidungnya satu rumah terbakar. Ini buat antisipasi Pak ya, karena saya berbicara atas nama forum dan nelayan. Saya takut terjadi gesekan antara penambang dan nelayan,” kata Mardiono.

Kepada para penambang, Mardiono minta agar menghargai masyarakat nelayan. Dia menegaskan pihaknya tidak perduli berapa pun hasil yang didapat para penambang, apalagi dengan berdalih akan membangun masjid.

” Kalau hanya dalih mau bikin masjid, banyak cara lain, minta ke Pak Bupati, kalau perlu saya juga mau nyumbang tapi jangan merusak lingkungan kami. Karena untuk tempat pencaharian kami, kami nelayan. Sepuluh desa berada dalam naungan Teluk Kelabat Dalam Bangka Induk Pak, saya ketua yang dipilih di Pulau Nanas,” tukas dia.

Mardiono menegaskan, mereka akan tetap konsisten untuk menjaga Teluk Kelabat Dalam dari aktivitas penambangan, sampai kapan pun. Namun hal itu harus didukung dengan penegakan hukum yang tegas.

” Kalau kita ingin berbuat baik berbuat baik lah untuk orang banyak. Jangan sampai kita mengorbankan masyarakat kita hidup enak – enak,” tutupnya. ( SK )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *